Kuantan Singingi adalah daerah yang secara administratif termasuk dalam wilayah Provinsi Riau. Daerahnya dilalui banyak sungai yang bermuara di Sungai Batang Kuantan. Sejak dulu Sungai Batang Kuantan telah menjadi urat nadi kehidupan penduduk terutama pada sektor ekonomi, sosial budaya dan transportasi. Rumah-rumah penduduk juga menghadap Sungai Batang Kuantan yang terbentang dari kecamatan Hulu Kuantan sampai ke Kecamatan Cerenti. Oleh karena Sungai Batang Kuantan dimanfaatkan penduduk sebagai jalur transportasi umum maka penduduk membutuhkan alat transportasi seperti sampan, kompang sejenis alat penyeberangan dan jalur.
Jalur
berfungsi mengangkut penumpang dan mengangkut barang dari suatu kampung ke wilayah
pasar-pasar, Popularitas Jalur sebagai alat transportasi sungai digunakan
masyarakat sejak abad 17 masehi. Kini, Jalur tidak lagi berfungsi sebagai alat
transpotasi sungai. Jalur telah berubah fungsi sebagai sarana pesta adat rakyat
yang terkenal dengan sebutan “Festival Pacu Jalur”.
Festival
Pacu Jalur diselenggarakan setiap tahun untuk memeriahkan Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus. Festival Pacu Jalur diadakan selama tiga
hari di Tepian Sungai Kuantan yang bernama Tepian Narosa di Teluk Kuantan Kecamatan
Kuantan Tengah.
Festival
Pacu Jalur yang diselenggarakan di Tepian Narosa Teluk Kuantan Kecamatan
Kuantan Tengah merupakan acara puncak dari rentetan Festival Pacu Jalur yang
sebelumnya diadakan di tingkat rayon. Rayon adalah pembagian penyelenggaraan Festival
Pacu Jalur di tingkat Kecamatan dengan peserta dari antar Kecamatan.
Pesta
rakyat ini dihadiri oleh ratusan ribu wisatawan lokal maupun wisatawan
domestik. Pagelaran Festival Pacu Jalur sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi. Tradisi ini telah berlangsung sejak berabad-abad tahun silam.
Masyarakat usia tua dan muda tumpah ruah di tepian Sungai Kuantan. Penonton
yang datang rela meninggalkan berbagai pekerjaan dan aktifitas lainnya demi sekadar
menyaksikan Festival Pacu Jalur.
Semulanya
Pacu Jalur diperlombakan untuk memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad S.A.W dan
hari raya Idul Fitri serta tahun baru Islam setiap tanggal 1 Muharam. Di zaman
penjajahan Belanda di Indonesia, Pacu Jalur diperlombakan untuk memeriahkan hari
ulang tahun Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 agustus. Belanda mulai memasuki
daerah Rantau Kuantan sebutan Kuantan Singingi kala itu sejak pada tahun 1905.
Pacu
Jalur merupakan kearifan lokal di Kabupaten Kuantan Singingi. Jalur dimiliki
dan dibuat oleh Desa ataupun Dusun. Aparatur Desa, Ninik Mamak, Tokoh
Masyarakat, Alim Ulama, Cerdik Pandai dan kaum pemuda pemudi bahu membahu untuk
membuat sebuah Jalur kebanggaan.
Jalur
sebagai identitas budaya dibuat dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun sekali.
Jalur dipergunakan dalam Festival Pacu Jalur sekali sampai dua kali dalam
setahun. Begitu juga dengan pemberian nama jalur yang sering diimplementasikan
dengan nilai-nilai sejarah ataupun kisah dibalik pembuatan jalur.
Sebelum
menjadi sebuah jalur yang utuh dan diperlombakan di Sungai Kuantan, terdapat
serangkaian proses adat istiadat dalam pembuatan sebuah jalur. Pembuatan jalur
akan dilakukan oleh Desa ataupun Dusun masing-masing. Setiap jalur harus
melalui proses pembuatan yang dilakukan secara beruntut dan terurut, sebagai
berikut:
1.
Rapek Banjar (Rapat Desa)
Rapat ini bertujuan untuk membentuk panitia pembuatan Jalur. Panitia
pembuatan jalur dinamakan Partuo. Dalam rapat ini juga ditentukan
tempat pencarian kayu jalur. Seluruh tahapan kegiatan dimusyawarahkan bersama
dalam rapat desa ini. Sehingga proses selanjutnya dapat dilakukan secara
terinci dan teratur.
2.
Mencari Kayu Jalur
Masyarakat Desa ataupun Dusun berkumpul disuatu tempat untuk kemudian
pergi mencari kayu jalur. Disana dipersiapkan berbagai macam alat-alat untuk
mencari kayu jalur. Peralatan yang dibawa oleh laki-laki seperti kapak, gergaji
batang dan lainnya. Sedangkan yang perempuan mempersiapkan makan dan minum
untuk para lelaki. Kemudian Dukun Jalur bertugas membantu kegiatan
dalam proses penebangan kayu dengan membacakan do’a sebelum menebang pohon
besar. Pencarian kayu jalur dilakukan di hutan dan dikerjakan secara bergotong
royong. Bahan baku jalur diperlukan pohon besar yang berukuran dengan panjang
25 - 40 meter dan diameter sekitar 1,5 – 2 meter.
3.
Pembuatan Jalur
Bahan baku utama untuk membuat jalur adalah kayu gelondongan. Kayu
tersebut diambil dari jenis kayu banio, kulim, dan kuyiang yang memiliki
panjang sekitar 20 - 30 meter dengan diameter 1 - 2 meter. Ketiga jenis kayu
ini dipilih karena dianggap kuat dan tahan terhadap air, serta dapat dapat
diperoleh mudah didalam hutan. Untuk mendapatkan kayu tersebut membutuhkan
jarak tempuh yang relatif jauh dari permukiman penduduk, yakni 10 - 20 km.
Dalam proses membuat jalur ada lima tahapan yang harus dilalui yakni :
- Pembuatan Kasar, maksudnya adalah membentuk jalur secara kasar sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Jalur setengah jadi ini dibentuk saat masih dihutan dan biasa disebut “Jalur Tolakar.”
- Maelo Jaluar (Menarik Jalur), Jalur Tolakar ditarik dari hutan menuju kampung. Proses menarik Jalur ini dinamakan “Maelo Jalur”. Jalur Tolakar ditarik oleh masyarakat, tua muda, laki-laki maupun perempuan. Saat menarik jalur akan diawali dengan aba-aba.
- Memperhalus Jalur, proses ini merupakan proses menyelesaikan Jalur Tolakar menjadi Jalur pada bentuk yang ideal. Jalur akan terlihat berbentuk dan halus.
- Mendiang Jalur (Mengasapi Jalur). Mendiang Jalur bermaksud utnuk mengasapi jalur yang telah selesai dibuat. Proses ini bertujuan untuk menjadikan Jalur lebih kuat dan meringankan berat jalur.
- Mengecat Jalur, tujuannya agar jalur memiliki nilai seni dan indah dilihat maka jalur diberi cat dan ukiran-ukiran. Ukiran-ukiran dan nama jalur yang digunakan sesuai dengan hasil rapat. Pada selembayung Jalur diberikan dan dituliskan nama, tanggal dibuat, dan nama Desa sebagai tanda pengenal bagi jalur tersebut. Jika seluruh proses telah selesai, maka jalur siap untuk dipacukan.
Pada sebuah jalur
terdapat bahagian yang menandakan bahwa sebuah jalur utuh dan ideal. Bahagian
tersebut telah menjadi cirri khas sebuah jalur tradisional yang diperlombakan.
Bahagian terdiri dari (1) luan
(haluan); (2) talingo (telinga depan); (3) panggar (tempat duduk); (4) pornik
(lambung); (5) ruang timbo (tempat menimba air); (6) talingo belakang; (7)
kamudi (tempat pengemudi); (8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan
onjor); (9) pandaro (bibit jalur); (10) ular-ular (tempat duduk pedayung); (11)
selembayung (ujung jalur berukir); dan (13) panimbo (gayung air). Jalur dilengkapi
pula dengan sebuah dayung untuk setiap pemain.
Bagian selembayung dan pinggir badan jalur
biasanya berukir dan diberi warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti:
sulur-suluran, geometris, ombak, burung dan bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: Naga
Sakti, Gajah Tunggal, Rawang Udang, Kompe Berangin, Bomber, Pelita, Orde Baru,
Raja Kinantan, Kibasan Nago Liar, Singa Kuantan Sungai Pinang, Dayung Serentak,
Keramat Jati, Panggogar Alam, Tuah di Kampuang Godang di Rantau, Ratu Dewa dan
lain-lain. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan dan pemberian nama pada setiap
jalur tersebut adalah agar dapat mencirikan khas masing-masing jalur dan
berbeda dari yang lain.
Pacu Jalur dimainkan oleh
laki-laki yang berusia 15 - 40 tahun. Jalur memuat 40 -60 orang (tergantung
ukuran jalur) semakin panjang jalur semakin banyak pula pendayungnya. Pemain
pada jalur dibagi menjadi lima kategori pemain yang memiliki tugas
masing-masing.
1. Pertama
adalah “Tukang Tari”. Tukang Tari diperankan oleh seorang anak laki-laki yang
berusia kurang lebih 15 tahun. Tukang Tari bertugas untuk menari-nari dihaluan
depan jalur. Tukang Tari akan mulai berdiri dan menari saat haluan Jalur berhasil
mendahului lawannya. Tukang Tari akan kembali duduk disaat haluan Jalurnya
tidak lagi didepan, begitu selanjutnya hingga sampai ke pancang finish.
2. Kedua
adalah “Tukang Timbo” atau
juga disebut “Tukang Concang”.
Tukang Timbo berdiri
ditengah-tengah Jalur dengan membawa sebuah peluit dan pelepah pinang
yang sudah kering. Tukang Timbo bertugas sebagai pemberi aba-aba kepada semua “Anak
Pacuan” agar mendayung secara serentak. Tugasnya
dengan meniup peluit dan memutar-mutar pelepah pinang serta menghempaskannya sungai. Tujuannya
adalah agar pendayung bersemangat. Selainitu sesuai namanya Tukang Timbo juga
menimba air yang masuk kedalam jalur dibuang ke sungai.
3. Ketiga
adalah “Tukang Onjai”. Tukang onjai
berdiri dibagian Jalur paling belakang. Tukang onjai bertugas untuk mengatur
irama jalur yang sedang berpacu sehingga jalur akan lebih laju dan mudah
didayung. Tukang Onjai diperankan oleh seorang laki-laki.
4. Keempat
adalah “Tukang Pinggang” atau
“Juru Kemudi”. Tukang Pinggang berada dibagian belakang
jalur. Tukang Pinggang berjumlah 2 sampai 3 orang. Tukang pinggang berfungsi
untuk mengatur kemudi dari jalur. Jalur akan berbelok ke kiri atau ke kanan
dengan komando dari Tukang Pinggang.
5. Kelima
adalah “Anak Pacuan”. Anak Pacuan adalah pendayung yang bertugas mendayung jalur
sekuat tenaga agar dapat melampaui jalur lawan. Anak Pacuan berjumlah paling
banyak berkisar diantara 40 sampai 60 orang.
Setelah jalur siap untuk
diperlombakan selanjutnya jalur dibawa atau diturunkan ke Sungai Kuantan menuju
lokasi Pacu Jalur. Festival Pacu Jalur diadakan pada siang hari dimulai dari
pukul 14.00 Wib sampai dengan selesai
pada biasanya pukul 6 sore. Acara inti merupakan acara perlombaan dimana semua
jalur yang sudah terdaftar akan diadu satu sama lainnya. Arena lomba Pacu Jalur bentuknya
mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan dengan panjang lintasan sekitar 1 km
yang ditandai dengan tiga tiang pancang. Biasanya jalur
yang berpartisipasi selalu melebihi 100 buah jalur. Bisa dibayangkan betapa
ramai dan padat Sungai Kuantan pada saat perlombaan.
Dalam acara Festival Pacu
Jalur digelar terdapat tahapan yang harus dilakukan oleh setiap jalur dan para pemainnya,
yaitu:
- Setiap Jalur harus berada ditepi Sungai Kuantan. Kemudian setiap jalur akan dipersiapkan kelengkapannya terlebih dahulu begitu pula dengan setiap pemainnya.
- Seluruh pemain melakukan pemanasan terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan membaca do’a serta mendengarkan beberapa pengarahan dari pengurus jalur masing-masing.
- Jalur bersiap-siap menunggu panggilan dari panitia pelaksana Pacu Jalur. Kemudian dua jalur akan dipanggil oleh juri dan kedua jalur tersebut harus segera bersiap-siap untuk berpacu.
- Lambaian bendera akan segera tampak diikuti letusan meriam. Apabila haluan kedua jalur berada dalam posisi yang sama pada start menandakan bahwa perlombaan kedua jalur sah dilepas. Selanjutnya kedua Jalur berpacu sampai finish.
- Setelah kedua Jalur yang berpacu sampai di finish maka seluruh pemain akan bersalaman. Salaman dengan pemain dijalur yang sama dan pemain jalur lawan. Selanjutnya juri mengumumkan jalur manakah yang akan menjadi pemenang dalam pertandingan tersebut.
- Setiap jalur yang telah mengetahui menang atau kalah berdasarkan pengumuman oleh dewan juri maka jalur akan didayung untuk kembali ke tambatan jalur seperti diawal perlombaan.
Seperti
itulah proses yang akan dilakukan oleh setiap jalur yang berlomba pada Festival
Pacu Jalur. Sampai seluruh jalur yang terdaftar menyelesaikan pertandingannya.
Setiap jalur yang memenangkan pertandingan di hari pertama akan kembali diundi
pada hari kedua dan kembali berpacu. Begitu selanjutnya sampai didapatkan
pemenang di hari terakhir.
Pemenang
Festival Pacu Jalur terdiri dari juara 1, 2, 3 sampai dengan urutan ke 10. Hadiah
yang diberikan beraneka ragam. Sebuah piala bergilir dan piala tetap, uang
jutaan rupiah dan hewan ternak seperti kerbau dan sapi. * * *